Sejarah Singkat Muslim Rohingya
Sebenarnya
apabila dilihat dari segi histori, Kaum Rohingya sudah ada sebelum negara
Myanmar ada. Sebagai etnis, Muslim Rohingya sudah hidup di sana sejak abad 7
Masehi dengan nama kerajaan Arakan (1430-1784). Sekitar 3.5 abad Rohingya
berada dalam kekuasaan Muslim hingga Kerajaan Burma menyerangdan dianeksasi
oleh Inggris. Setelah itu Rohingya menjadi bagian dari British India yang saat
itu juga belum merdeka. Dan berlanjut hingga tahun 1940-an ada 137 etnis yang
terdapat di Burma sejak Burma merdeka (1948), sejak saat itu pula etnis
Rohingya tidak diakui sebagai etnis yang ada di Burma.
Etnis
Muslim Rohingya selama puluhan tahun mengalami diskriminasi hingga menyebabkan
status mereka kini stateless atau tidak memiliki negara. Jauh sebelum konflik
Rohingya pada 2012 ini menyita perhatian dunia, sebenarnya etnis Rohingya telah
ditindas selama puluhan tahun, baik oleh negara maupun etnis mayoritas di Myanmar,
yang kebetulan beragama Buddha. Heru Susetyo, pada wawancara dengan media
online Hidayatullah. com, tertanggal 25 Juli 2012 menyatakan bahwa sejak
sebelum Burma merdeka, tahun 1942, sudah ada aksi kekerasan kepada orang
Rohingya. Ribuan orang Rohingya dibunuh. Baik oleh negara maupun etnis
mayoritas, karena mereka dianggap minoritas dan bukan bagian dari Burma.
Kemudian
kekerasan terhadap etnis Rohingya berulang terus setelah Burma merdeka, ada
operasi-operasi tentara yang sering kali dilakukan sejak tahun 1950-an. Yang
paling sadis adalah Na Sa Ka Operation di antaranya dengan metode kekerasan,
pengusiran, Burmanisasi, halangan untuk menikah, dan pemerkosaan. Jadi ini
adalah state violence,di mana Negara melakukan genosida, etnic cleansing
(pembantaian etnis), tapi kemudian berkembang menjadi kejahatan sipil antar
orang Rohingya dengan orang Arakan lainnya yang non Muslim.(Sumber :Mirza
Quanta A H – Wabendum HMI Cabang Surabaya Analisa Politik Konflik Rohingya)
Berita
tentang Muslim Rohingya timbul menyusul konflik sektarian yang terjadi antara
etnis Rohingya yang sebagian besar adalah Muslim dan etnis Rakhine
yangmayoritas merupakan penganut Buddha. Penyebab konflik itu sendiri tak
begitu jelas. Namun, beberapa sumber menyebutkan bahwa kerusuhan itu merupakan
buntut salah satu peristiwa perampokan dan pemerkosaan terhadap perempuan
Rakhine bernama Ma ThidaHtwe pada 28 Mei 2012. Kepolisian Myanmar sebenarnya
telah menahan danmemenjarakan 3 orang tersangka pelaku yang kebetulan dua di
antaranya adalah etnisRohingya. Namun, tindakan itu ternyata tak cukup mencegah
terjadinya kerusuhan dinegara bagian Rakhine yang terletak di bagian barat
Myanmar itu. Pada tanggal 4 Juni,terjadi penyerangan terhadap bus yang diduga
ditumpangi pelaku pemerkosaan dankerabatnya. Tercatat 10 orang Muslim Rohingya
tewas. Sejak itu, kerusuhan rasial diRakhine pun meluas.Salah satu akar konflik
menahun itu adalah status etnis minoritas Rohingya yang masih dianggap imigran
ilegal di Myanmar.Pemerintah Myanmar tak mengakui dan tak memberi status
kewarganegaraan kepadamereka. Sebagai akibat tiadanya kewarganegaraan, etnis
Rohingya tak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bahkan
pekerjaan yang layak. Mereka betul-betul terabaikan dan terpinggirkan. Maurice
Duverger menjelaskan bahwa dalam setiapkelompok masyarakat senantiasa diwarnai
oleh konflik dan integrasi secara fluktuatif.Konflik berubah menjadi integrasi
apabila terjadi kompromi yang didasari oleh rasa keadilan (Duverger,
Maurice, Sosiologi Politik, PT. Rajawali Grafindo
Persada, Jakarta, 1998.)Akar konflik yang lain adalah adanya kecemburuan
terhadap etnis Rohingya.Populasi etnis Muslim Rohingya dalam beberapa dasawarsa
ini terus meningkat. Tentusaja, hal ini menyebabkan kecurigaan dan kecemburuan
pada etnis mayoritas Rakhine.Bagi mereka, keberadaan etnis Rohingya pun sangat
mungkin dianggap “kerikil dalamsepatu”, yakni sesuatu yang terus mengganggu.
Keberadaan etnis Rohingya dianggapmengurangi hak atas lahan dan ekonomi,
khususnya di wilayah Arakan, Rakhine yangmenjadi pusat kehidupan etnis Muslim
ini
KONFLIK ETNIS ROHINGYA DAN ETNIS RAKHINE
Konflik
yang melibatkan dua etnis ini tidak bisa dilepaskan dari faktor sejarah. Kata
Rohingya berasal dari kata
Rohang, yang merupakan nama lama dari negara
bagian Arakan. Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah
dikuasai secara bergantian oleh orang Hindu,
Budha dan Muslim. Pada 1203 M, Bengali menjadi sebuah negara Islam,dan sejak
saat itu pula pengaruh Islam mulai merambah masuk kewilayah Arakan. Hingga pada
akhirnya pada 1430 M, Arakan menjadi sebuah negara Muslim.yang ditandai dengan
diratifikasinya Perjanjian Yandabo menyebabkan Burma, Arakan dan Tenasserim
dimasukkan ke wilayah British-India. Selama 350 tahun kerajaan Muslim berdiri
di Arakan dan Umat Islam hidup dengan tenang. Namun pada 24 September 1784 M.
Raja Boddaw Paya dari Burma menginvasi Arakan dan menguasainya. Pada 1824-1826
perang Anglo-Burma pertama pecah. Perang ini berakhir pada 24 Februari 1426.
Tahun 1935 diputuskan bahwa Burma terpisah dari British-India tepatnya mulai
tanggal 1 April 1937 melalui keputusan ini pula digabungkanlah Arakan menjadi
bagian British-Burma. Hal ini bertentangan dengan keinginan mayoritas
penduduknya yang beragama Islam dan ingin bergabung dengan India.Hingga pada
akhirnya Arakan menjadi bagian Burma yang merdeka pada Tahun 1948.Tidak seperti
etnis lain yang setidaknya diakui warganegaranya oleh Myanmar, masyarakat
Rohingya dianggap sebagai penduduk sementara. Sebagai “orang asing”, masyarakat
Rohingya tidak diperbolehkan bekerja sebagai pengajar, perawat, abdi masyarakat
atau dalam layanan masyarakat Mereka, dianggap sebagai orang-orang yang tak
bernegara dan tidak diakui oleh pemerintah Myanmar.
Etnis
yang terletak di Myanmar Utara ini terpinggirkan oleh pemerintahan junta
militer dan di wilayah Rohingya, para pengajarnya biasanya berasal dari
golongan etnis Budha Rakhine, yang seringkali menghalangi kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan bagi masyarakat Rohingya. Pemerkosaan dan kerja paksa
adalah hal yang cukup lazim bagi etnis Rohingya di Myanmar. Tentara Myanmar
kerapkali meminta uang dari mereka dan ketika mereka tidak dapat membayar,
mereka akan ditahan dan disiksa. Masyarakat Rohingya juga mengalami penyiksaan
secara religi. Hampir seluruh masyarakat Rohingya adalah beragama Islam. Dalam
tiga tahun terakhir, setidaknya 12 Masjid di Arakan Utara dihancurkan, dengan
jumlah terbesar di tahun 2006. Sejak 1962, tidak ada Masjid baru yang dibangun.
Bahkan para pemimpin agama telah dipenjara karena merenovasi Masjid. Seorang
pejabat senior Perserikatan Bangsa-Bangsa yang sering bertugas ke daerah-daerah
krisis kemanusiaan Perlakuan rezim Burma terhadap kaum minoritas Muslim
Rohingya, disebut-sebut “seburuk-buruk perlakuan terhadap kemerdekaan manusia”. Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan
Koordinator Bantuan Darurat, Valerie Amos, menyatakan bahwa Rohingya dipandang
sebagai salah satu komunitas paling tertindas di dunia.
Faktor Penyebab Konflik Rohingya
Berikut
ini adalah faktor-faktor kronologis penyebab konflik Rohingya dari suratkabar
Myanmar dan dari beberapa media internasional. Surat kabar The New Light
of Myanmar edisi 4 Juni 2012 2, melaporkan satu berita mengenai
pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis oleh tiga orang pemuda
Pertama,
pada tanggal 4 Juni, terjadi insiden pemerkosaan dan pembunuhan,
dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma
Thida Htwe,seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin, dari
perkampunganThabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati oleh
orang tak dikenal.Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di
samping jalan menujuKyaukhtayan pada tanggal 28 Mei 2012 pukul 17:15.
Kasus
tersebut kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw oleh U WinMaung,
saudara korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan Hukum AcaraPidana
pasal 302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala kepolisian
distrik Kyaukpyu dan personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29 Mei pagi
untuk pencarian bukti-bukti lalu menetapkan tiga tersangka, yaitu Htet
Htet (a) Rawshi bin U Kyaw Thaung(Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk
(Bengali/Muslim) dan Khochi binAkwechay (Bengali/ Muslim).
Penyelidikan
menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-harikorban yang
pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit.
Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk menikahiseorang gadis, dan berencana untuk
merampok barang berharga yang dipakai korban.Bersama dengan Rawphi dan Khochi,
Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempatkejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang
diincarnya datang dan berjalan
sendirian,ketiganya lalu menodongkan pisau
dan membawanya ke hutan. Korban lalu diperkosa danditikam mati, tak lupa
merenggut lima macam perhiasan emas termasuk kalung emas yangdikenakan korban.
Untuk
menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada paratersangka,
aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut
ketahanan Kyaukpyu pada tanggal 30 Mei pukul 10.15. Pada pukul 13:20 hari yang
sama,sekitar 100 warga dari Rakhine Kyauknimaw tiba di Kantor Polisi Kyauknimaw
danmenuntut agar tiga orang pelaku pembunuh diserahkan kepada mereka namun
dijelaskanoleh pihak kepolisian bahwa mereka sudah dikirim ke tahanan. Massa
yang mendatangikepolisian tidak puas dengan itu dan berusaha untuk masuk kantor
polisi. Polisi terpaksaharus menembakkan lima tembakan untuk membubarkan
mereka. Pada pukul 13:50 100warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu meninggalkan kantor
polisi menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya dengan
diikuti oleh pihak kepolisianuntuk mencegah terjadi keributan. Pukul 16.00,
para pejabat tingkat Kota menerima dan memberikan klarifikasi
untuk menghindari kerusuhan, dan penduduk desa meninggalkankantor pada pukul
17:40.
Keesokan
harinya, 31 Mei pukul 9 pagi, mereka meninggalkan Yanbye ke DesaKyauknimaw
dengan dua perahu. Mereka pulang dengan membawa santunan sebesar 1 juta
Kyat (mata uang Myanmar) untuk desa dari Menteri Perhubungan, U Kyaw
Khin,600.000 Kyat dan lima set jubah untuk pemakaman korban serta ditambah
100.000 Kyatdari santunan perwakilan negara. Pada 31 Mei 15:05 Menteri Dalam
Negeri dan KeamananPerbatasan Negara, wakil kepala Kantor Polisi, Kabupaten
Kyaukphyu dan Kepala Kantor Polisi Distrik berpartisipasi dalam pemakaman
korban dan mengadakan diskusi dengan penduduk desa. Pada 1 Juni pukul 9
pagi Kepala Menteri Negara dan partai di Kyaukpyumengadakan diskusi dengan
organisasi pemuda Kyaukpyu atas kasus pembunuhantersebut. Diskusi-diskusi
terutama menyinggung menjatuhkan hukuman jera pada para pembunuh dan
membantu mencegah kerusuhan saat mereka sedang diadili.”
Kedua,
terjadi insiden yang menewaskan 10 orang muslim di dalam bus.
Menurut berita harian New Light dan beberapa blog orang Myanmar
menyebutkan bahwa beredar foto-foto dan informasi bahwa “menurut bukti
forensik polisi dan juga saksi mata yangmelihat tubuh korban, ia diperkosa
beberapa kali oleh tiga pemuda Bengali Muslim dantenggorokannya digorok, dadanya
ditikam beberapa kali dan organ wanitanya ditikam dandimutilasi dengan pisau.
Setelah itu lebih dari seribu massa marah dan hampir menghancurkan kantor
polisi di mana tiga pelaku ditangkap. Lalu kasus terburuk dan pemicu
tragedi Rohingya adalah pembantaian terhadap 10 orang Muslim peziarah yangada
dalam sebuah bus di Taunggup dalam perjalanan dari Sandoway ke Rangoon
padatanggal 4 Juni.”Koran New Light Myanmar edisi 5 Juni 3 memberitakan rincian
mengenai pembunuhan sepuluh orang Burma Muslim oleh massa Arakan sebagai
berikut:“Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh kejam pada tanggal
28 Mei,sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita Association,
Taunggup,membagi-bagikan selebaran sekitar jam 6 pagi pada 4 Juni kepada
penduduk lokal ditempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe
dan memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan memperkosa
dengan keji wanitaRakhine. Sekitar pukul 16:00, tersebar kabar bahwa ada mobil
yang berisikan orangMuslim dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke
Yangoon dan berhenti diTerminal Bus Ayeyeiknyein. Petugas terminal lalu
memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangoon dengan segera. Bus
berisi penuh sesak oleh penumpang. Beberapa orang denganmengendarai sepeda
motor mengikuti bus. Ketika bus tiba di persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar
300 orang lokal sudah menunggu di sana dan menarik penumpang
yang beridentitas Muslim keluar dari bus. Dalam bentrokan itu, sepuluh
orang Islam tewas dan bus juga hancur.
Konflik sejak insiden 10 orang Muslim terbunuh terus
memanas di kawasanArakan, Burma, muslim Rohingya menjadi sasaran. Seperti
dilansir media Al-Jazeera, Halini dipicu juga oleh bibit perseteruan yang sudah
terpendam lama, yaitu perseteruan antarakelompok etnis Rohingya yang Muslim dan
etnis lokal yang beragama Buddha. Rohingyatidak mendapat pengakuan oleh
pemerintah setempat. Ditambah lagi agama yang berbeda.Dari laporan berbagai
berita sampai saat ini sejak insiden tersebut sudah terjadi
tragedi pembantaian etnis Rohingya (yang notabene beragama Islam) lebih dari 6000 orang
Di saat kaum Muslim lain sedang khitmad menjalankan
ibadah-ibadah di bulan suciRamadhan, kaum Muslim Rohingya malah dilanda
konflik. Tercatat, delapan puluh jiwaMuslim Rohingya melayang karena terbunuh
dan seratus ribu orang putus asa. Merekameninggalkan tempat tinggalnya dan
mengungsi ke negara-negara tetangga.Ubaidah Katunadalah salah satu Muslimah
Rohingya yang berhasil melarikan diri ke Bangladesh.Ubaidah Katun menuturkan
bahwa jenazah Muslim di Arakan tidak sempatdikuburkan. Jenazah di sana
dimasukkan ke dalam gerobak dan dibawa ke suatu tempatyang tidak dapat
diketahui oleh otoritas setempat. Jiwanya terbelenggu oleh dua pilihan,antara
menghormati jenazah sebagai pengamalan Islam yang diyakininya danmenyelamatkan
jiwanya jika ia tidak segera melarikan diri dari kampung halamannyasendiri.
Ubaidah juga menuturkan hal yang lainnya. Di Arakan, sudah tidak ada lagi
yang bisa dimakan, Muslim yang kelaparan terpaksa makan batang pohon
pisang. Hal ini masuk akal karena menurut Abdul Kalam (seorang Muslim yang
juga berhasil melarikan diri keBangladesh), mereka di sana dihalang-halangi
untuk pergi ke pasar, belanja barangkebutuhan sehari-hari. Bahkan, mereka yang
hendak pergi untuk bekerja dihalang-halangi.Jika ketahuan hendak pergi bekerja,
mereka dilempari bom molotov. Itulah sekelumit faktakonflik yang melanda Muslim
Rohingya.
Baiknya memang isu agama dikesampingkan, karena memang
bukan itu inti permasalahannya. Di Myanmar sendiri etnis Rohingya tidak
diakui sebagai bagian dari bangsa Birma, bahkan ketika junta militer
mengubah nama negaranya dari Bhurma(Birma) menjadi Myanmar, supaya etnis lain
non-birma menerima integrasi dalam satu bangsa Myanmar. Etnis Rohingya tidak
diakui pemerintah junta militer, mereka tak diberikartu identitas warga negara.
Etnis Birma yang menjadi mayoritas di Myanmar punmenyebut etnis Rohingya
sebagai "suku Bengali", menunjukan mereka tidak menerimaetnis
Rohingya sebagai salah satu etnis di Myanmar. Mereka menganggap etnis
Rohingyaitu "pendatang haram" dari Bangladesh, walau fakta sejarahnya
etnis Rohingya telah ada ditanah itu (Rakhine state) selama ratusan tahun
berdampingan dengan burmanese lainnya
Dampak
yang terjadi yaitu Krisis kemanusiaan. Dimana Krisis kemanusiaan yaitu kasus
kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas muslim
Rohingya di Myanmar telah menyita perhatian publik internasional. Eskalasi
konflik yang meningkat antara Buddha Arakan dengan muslim Rohingya memberikan
gambaran yang buruk mengenai keseriusan pemerintah Myanmar dalam penegakan
hukum dan hak asasi manusia. Krisis Rohingya ini dipicu oleh insiden
pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Ma Thida Htwe (27 tahun), seorang gadis
Buddhis Arakan, yang dilakukan oleh beberapa oknum muslim Rohingya pada Mei
2012. Insiden tersebut kemudian memicu gejala kebencian terhadap muslim
Rohingya di seluruh daerah Arakan. Beberapa hari setelah insiden itu,
masyarakat Buddhis Arakan membalas dengan memukuli dan membunuh 10 orang etnis
Rohingya, dalam satu insiden pencegatan dan pembunuhan penumpang bus
antar-kota, hingga tewas di Taunggup.
Insiden pembunuhan tersebut menjadi awal bagi
meningkatnya gejala kekerasan yang dan pelanggaran hak asasi manusia yang
dialami oleh muslim Rohingya. Kelompok Buddhis Arakan, didukung oleh pendeta
Buddha lokal dan aparat keamanan Myanmar, melakukan berbagai tindakan kekerasan
secara sistematis terhadap muslim Rohingya meliputi pemukulan, pemenggalan,
pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran tempat tinggal, pengusiran dan isolasi
bantuan ekonomi. Berbagai tindakan kekerasan ini digunakan sebagai cara untuk
mengusir etnis Rohingya keluar dari Myanmar. Aksi anarkisme yang dilakukan oleh
masyarakat Arakan ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah Myanmar. Pemerintah
Myanmar dinilai sengaja mengambil kebijakan yang diskriminatif terhadap muslim
Rohingnya dan adanya dugaan upaya pembersihan etnis (ethnic cleansing) yang dilakukan oleh aparat keamanan Myanmar
kepada etnis Rohingya.Dokumentasi pelanggaran hak asasi manusia melaporkan
bahwa Nasaka bertanggungjawab dalam kasus pemerkosaan, pemerasan dan kerja
paksa. Etnis Rohingya tidak dapat melakukan perjalanan antar kota atau mengurus
pernikahan tanpa adanya perizinan dari Nasaka, yang semuanya baru akan diurus
setelah membayar uang suap.( Adhe Nuansa Wibisono, S.IP hlm 1 thn 2012)
Kelompok 7
SRI SUMARNI SJAHRIL
EKO RACHMAT SAPUTRO
ANDI MUH IBNU RUSYD