Minggu, 16 November 2014

KONFLIK MYANMAR (KONFLIK ETNIS ROHINGYA DAN ETNIS RAKHINE)



Sejarah Singkat Muslim Rohingya
Sebenarnya apabila dilihat dari segi histori, Kaum Rohingya sudah ada sebelum negara Myanmar ada. Sebagai etnis, Muslim Rohingya sudah hidup di sana sejak abad 7 Masehi dengan nama kerajaan Arakan (1430-1784). Sekitar 3.5 abad Rohingya berada dalam kekuasaan Muslim hingga Kerajaan Burma menyerangdan dianeksasi oleh Inggris. Setelah itu Rohingya menjadi bagian dari British India yang saat itu juga belum merdeka. Dan berlanjut hingga tahun 1940-an ada 137 etnis yang terdapat di Burma sejak Burma merdeka (1948), sejak saat itu pula etnis Rohingya tidak diakui sebagai etnis yang ada di Burma.
Etnis Muslim Rohingya selama puluhan tahun mengalami diskriminasi hingga menyebabkan status mereka kini stateless atau tidak memiliki negara. Jauh sebelum konflik Rohingya pada 2012 ini menyita perhatian dunia, sebenarnya etnis Rohingya telah ditindas selama puluhan tahun, baik oleh negara maupun etnis mayoritas di Myanmar, yang kebetulan beragama Buddha. Heru Susetyo, pada wawancara dengan media online Hidayatullah. com, tertanggal 25 Juli 2012 menyatakan bahwa sejak sebelum Burma merdeka, tahun 1942, sudah ada aksi kekerasan kepada orang Rohingya. Ribuan orang Rohingya dibunuh. Baik oleh negara maupun etnis mayoritas, karena mereka dianggap minoritas dan bukan bagian dari Burma.
Kemudian kekerasan terhadap etnis Rohingya berulang terus setelah Burma merdeka, ada operasi-operasi tentara yang sering kali dilakukan sejak tahun 1950-an. Yang paling sadis adalah Na Sa Ka Operation di antaranya dengan metode kekerasan, pengusiran, Burmanisasi, halangan untuk menikah, dan pemerkosaan. Jadi ini adalah state violence,di mana Negara melakukan genosida, etnic cleansing (pembantaian etnis), tapi kemudian berkembang menjadi kejahatan sipil antar orang Rohingya dengan orang Arakan lainnya yang non Muslim.(Sumber :Mirza Quanta A H – Wabendum HMI Cabang Surabaya Analisa Politik Konflik Rohingya)
Berita tentang Muslim Rohingya timbul menyusul konflik sektarian yang terjadi antara etnis Rohingya yang sebagian besar adalah Muslim dan etnis Rakhine yangmayoritas merupakan penganut Buddha. Penyebab konflik itu sendiri tak begitu jelas. Namun, beberapa sumber menyebutkan bahwa kerusuhan itu merupakan buntut salah satu peristiwa perampokan dan pemerkosaan terhadap perempuan Rakhine bernama Ma ThidaHtwe pada 28 Mei 2012. Kepolisian Myanmar sebenarnya telah menahan danmemenjarakan 3 orang tersangka pelaku yang kebetulan dua di antaranya adalah etnisRohingya. Namun, tindakan itu ternyata tak cukup mencegah terjadinya kerusuhan dinegara bagian Rakhine yang terletak di bagian barat Myanmar itu. Pada tanggal 4 Juni,terjadi penyerangan terhadap bus yang diduga ditumpangi pelaku pemerkosaan dankerabatnya. Tercatat 10 orang Muslim Rohingya tewas. Sejak itu, kerusuhan rasial diRakhine pun meluas.Salah satu akar konflik menahun itu adalah status etnis minoritas Rohingya yang masih dianggap imigran ilegal di Myanmar.Pemerintah Myanmar tak mengakui dan tak memberi status kewarganegaraan kepadamereka. Sebagai akibat tiadanya kewarganegaraan, etnis Rohingya tak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang layak. Mereka betul-betul terabaikan dan terpinggirkan. Maurice Duverger menjelaskan bahwa dalam setiapkelompok masyarakat senantiasa diwarnai oleh konflik dan integrasi secara fluktuatif.Konflik berubah menjadi integrasi apabila terjadi kompromi yang didasari oleh rasa keadilan (Duverger, Maurice, Sosiologi Politik, PT. Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 1998.)Akar konflik yang lain adalah adanya kecemburuan terhadap etnis Rohingya.Populasi etnis Muslim Rohingya dalam beberapa dasawarsa ini terus meningkat. Tentusaja, hal ini menyebabkan kecurigaan dan kecemburuan pada etnis mayoritas Rakhine.Bagi mereka, keberadaan etnis Rohingya pun sangat mungkin dianggap “kerikil dalamsepatu”, yakni sesuatu yang terus mengganggu. Keberadaan etnis Rohingya dianggapmengurangi hak atas lahan dan ekonomi, khususnya di wilayah Arakan, Rakhine yangmenjadi pusat kehidupan etnis Muslim ini
KONFLIK ETNIS ROHINGYA DAN ETNIS RAKHINE
Konflik yang melibatkan dua etnis ini tidak bisa dilepaskan dari faktor sejarah. Kata Rohingya berasal dari kata
Rohang, yang merupakan nama lama dari negara bagian Arakan. Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah

dikuasai secara bergantian oleh orang Hindu, Budha dan Muslim. Pada 1203 M, Bengali menjadi sebuah negara Islam,dan sejak saat itu pula pengaruh Islam mulai merambah masuk kewilayah Arakan. Hingga pada akhirnya pada 1430 M, Arakan menjadi sebuah negara Muslim.yang ditandai dengan diratifikasinya Perjanjian Yandabo menyebabkan Burma, Arakan dan Tenasserim dimasukkan ke wilayah British-India. Selama 350 tahun kerajaan Muslim berdiri di Arakan dan Umat Islam hidup dengan tenang. Namun pada 24 September 1784 M. Raja Boddaw Paya dari Burma menginvasi Arakan dan menguasainya. Pada 1824-1826 perang Anglo-Burma pertama pecah. Perang ini berakhir pada 24 Februari 1426. Tahun 1935 diputuskan bahwa Burma terpisah dari British-India tepatnya mulai tanggal 1 April 1937 melalui keputusan ini pula digabungkanlah Arakan menjadi bagian British-Burma. Hal ini bertentangan dengan keinginan mayoritas penduduknya yang beragama Islam dan ingin bergabung dengan India.Hingga pada akhirnya Arakan menjadi bagian Burma yang merdeka pada Tahun 1948.Tidak seperti etnis lain yang setidaknya diakui warganegaranya oleh Myanmar, masyarakat Rohingya dianggap sebagai penduduk sementara. Sebagai “orang asing”, masyarakat Rohingya tidak diperbolehkan bekerja sebagai pengajar, perawat, abdi masyarakat atau dalam layanan masyarakat Mereka, dianggap sebagai orang-orang yang tak bernegara dan tidak diakui oleh pemerintah Myanmar.
Etnis yang terletak di Myanmar Utara ini terpinggirkan oleh pemerintahan junta militer dan di wilayah Rohingya, para pengajarnya biasanya berasal dari golongan etnis Budha Rakhine, yang seringkali menghalangi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi masyarakat Rohingya. Pemerkosaan dan kerja paksa adalah hal yang cukup lazim bagi etnis Rohingya di Myanmar. Tentara Myanmar kerapkali meminta uang dari mereka dan ketika mereka tidak dapat membayar, mereka akan ditahan dan disiksa. Masyarakat Rohingya juga mengalami penyiksaan secara religi. Hampir seluruh masyarakat Rohingya adalah beragama Islam. Dalam tiga tahun terakhir, setidaknya 12 Masjid di Arakan Utara dihancurkan, dengan jumlah terbesar di tahun 2006. Sejak 1962, tidak ada Masjid baru yang dibangun. Bahkan para pemimpin agama telah dipenjara karena merenovasi Masjid. Seorang pejabat senior Perserikatan Bangsa-Bangsa yang sering bertugas ke daerah-daerah krisis kemanusiaan Perlakuan rezim Burma terhadap kaum minoritas Muslim Rohingya, disebut-sebut “seburuk-buruk perlakuan terhadap kemerdekaan manusia”.
Faktor Penyebab Konflik Rohingya
Berikut ini adalah faktor-faktor kronologis penyebab konflik Rohingya dari suratkabar Myanmar dan dari beberapa media internasional. Surat kabar The New Light of Myanmar edisi 4 Juni 2012 2, melaporkan satu berita mengenai pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis oleh tiga orang pemuda 
Pertama, pada tanggal 4 Juni, terjadi insiden pemerkosaan dan pembunuhan, dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe,seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin, dari perkampunganThabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati oleh orang tak dikenal.Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di samping jalan menujuKyaukhtayan pada tanggal 28 Mei 2012 pukul 17:15.
Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw oleh U WinMaung, saudara korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan Hukum AcaraPidana pasal 302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala kepolisian distrik Kyaukpyu dan personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29 Mei pagi untuk pencarian bukti-bukti lalu menetapkan tiga tersangka, yaitu Htet Htet (a) Rawshi bin U Kyaw Thaung(Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk (Bengali/Muslim) dan Khochi binAkwechay (Bengali/ Muslim).
Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-harikorban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit. Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk  menikahiseorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang dipakai korban.Bersama dengan Rawphi dan Khochi, Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempatkejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan berjalan

sendirian,ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan. Korban lalu diperkosa danditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan emas termasuk kalung emas yangdikenakan korban.
Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada paratersangka, aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut ketahanan Kyaukpyu pada tanggal 30 Mei pukul 10.15. Pada pukul 13:20 hari yang sama,sekitar 100 warga dari Rakhine Kyauknimaw tiba di Kantor Polisi Kyauknimaw danmenuntut agar tiga orang pelaku pembunuh diserahkan kepada mereka namun dijelaskanoleh pihak kepolisian bahwa mereka sudah dikirim ke tahanan. Massa yang mendatangikepolisian tidak puas dengan itu dan berusaha untuk masuk kantor polisi. Polisi terpaksaharus menembakkan lima tembakan untuk membubarkan mereka. Pada pukul 13:50 100warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu meninggalkan kantor polisi menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya dengan diikuti oleh pihak kepolisianuntuk mencegah terjadi keributan. Pukul 16.00, para pejabat tingkat Kota menerima dan memberikan klarifikasi untuk menghindari kerusuhan, dan penduduk desa meninggalkankantor pada pukul 17:40.
Keesokan harinya, 31 Mei pukul 9 pagi, mereka meninggalkan Yanbye ke DesaKyauknimaw dengan dua perahu. Mereka pulang dengan membawa santunan sebesar 1 juta Kyat (mata uang Myanmar) untuk desa dari Menteri Perhubungan, U Kyaw Khin,600.000 Kyat dan lima set jubah untuk pemakaman korban serta ditambah 100.000 Kyatdari santunan perwakilan negara. Pada 31 Mei 15:05 Menteri Dalam Negeri dan KeamananPerbatasan Negara, wakil kepala Kantor Polisi, Kabupaten Kyaukphyu dan Kepala Kantor Polisi Distrik berpartisipasi dalam pemakaman korban dan mengadakan diskusi dengan penduduk desa. Pada 1 Juni pukul 9 pagi Kepala Menteri Negara dan partai di Kyaukpyumengadakan diskusi dengan organisasi pemuda Kyaukpyu atas kasus pembunuhantersebut. Diskusi-diskusi terutama menyinggung menjatuhkan hukuman jera pada para pembunuh dan membantu mencegah kerusuhan saat mereka sedang diadili.”
Kedua, terjadi insiden yang menewaskan 10 orang muslim di dalam bus. Menurut berita harian New Light dan beberapa blog orang Myanmar menyebutkan bahwa beredar foto-foto dan informasi bahwa “menurut bukti forensik polisi dan juga saksi mata yangmelihat tubuh korban, ia diperkosa beberapa kali oleh tiga pemuda Bengali Muslim dantenggorokannya digorok, dadanya ditikam beberapa kali dan organ wanitanya ditikam dandimutilasi dengan pisau. Setelah itu lebih dari seribu massa marah dan hampir menghancurkan kantor polisi di mana tiga pelaku ditangkap. Lalu kasus terburuk dan pemicu tragedi Rohingya adalah pembantaian terhadap 10 orang Muslim peziarah yangada dalam sebuah bus di Taunggup dalam perjalanan dari Sandoway ke Rangoon padatanggal 4 Juni.”Koran New Light Myanmar edisi 5 Juni 3 memberitakan rincian mengenai  pembunuhan sepuluh orang Burma Muslim oleh massa Arakan sebagai berikut:“Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh kejam pada tanggal 28 Mei,sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita Association, Taunggup,membagi-bagikan selebaran sekitar jam 6 pagi pada 4 Juni kepada penduduk lokal ditempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe dan memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan memperkosa dengan keji wanitaRakhine. Sekitar pukul 16:00, tersebar kabar bahwa ada mobil yang berisikan orangMuslim dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangoon dan berhenti diTerminal Bus Ayeyeiknyein. Petugas terminal lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangoon dengan segera. Bus berisi penuh sesak oleh penumpang. Beberapa orang denganmengendarai sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus tiba di persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang lokal sudah menunggu di sana dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim keluar dari bus. Dalam bentrokan itu, sepuluh orang Islam tewas dan bus juga hancur.
Konflik sejak insiden 10 orang Muslim terbunuh terus memanas di kawasanArakan, Burma, muslim Rohingya menjadi sasaran. Seperti dilansir media Al-Jazeera, Halini dipicu juga oleh bibit perseteruan yang sudah terpendam lama, yaitu perseteruan antarakelompok etnis Rohingya yang Muslim dan etnis lokal yang beragama Buddha. Rohingyatidak mendapat pengakuan oleh pemerintah setempat. Ditambah lagi agama yang berbeda.Dari laporan berbagai berita sampai saat ini sejak insiden tersebut sudah terjadi tragedi pembantaian etnis Rohingya (yang notabene beragama Islam) lebih dari 6000 orang
Di saat kaum Muslim lain sedang khitmad menjalankan ibadah-ibadah di bulan suciRamadhan, kaum Muslim Rohingya malah dilanda konflik. Tercatat, delapan puluh jiwaMuslim Rohingya melayang karena terbunuh dan seratus ribu orang putus asa. Merekameninggalkan tempat tinggalnya dan mengungsi ke negara-negara tetangga.Ubaidah Katunadalah salah satu Muslimah Rohingya yang berhasil melarikan diri ke Bangladesh.Ubaidah Katun menuturkan bahwa jenazah Muslim di Arakan tidak sempatdikuburkan. Jenazah di sana dimasukkan ke dalam gerobak dan dibawa ke suatu tempatyang tidak dapat diketahui oleh otoritas setempat. Jiwanya terbelenggu oleh dua pilihan,antara menghormati jenazah sebagai pengamalan Islam yang diyakininya danmenyelamatkan jiwanya jika ia tidak segera melarikan diri dari kampung halamannyasendiri. Ubaidah juga menuturkan hal yang lainnya. Di Arakan, sudah tidak ada lagi yang bisa dimakan, Muslim yang kelaparan terpaksa makan batang pohon pisang. Hal ini masuk akal karena menurut Abdul Kalam (seorang Muslim yang juga berhasil melarikan diri keBangladesh), mereka di sana dihalang-halangi untuk pergi ke pasar, belanja barangkebutuhan sehari-hari. Bahkan, mereka yang hendak pergi untuk bekerja dihalang-halangi.Jika ketahuan hendak pergi bekerja, mereka dilempari bom molotov. Itulah sekelumit faktakonflik yang melanda Muslim Rohingya.
Baiknya memang isu agama dikesampingkan, karena memang bukan itu inti permasalahannya. Di Myanmar sendiri etnis Rohingya tidak diakui sebagai bagian dari bangsa Birma, bahkan ketika junta militer mengubah nama negaranya dari Bhurma(Birma) menjadi Myanmar, supaya etnis lain non-birma menerima integrasi dalam satu bangsa Myanmar. Etnis Rohingya tidak diakui pemerintah junta militer, mereka tak diberikartu identitas warga negara. Etnis Birma yang menjadi mayoritas di Myanmar punmenyebut etnis Rohingya sebagai "suku Bengali", menunjukan mereka tidak menerimaetnis Rohingya sebagai salah satu etnis di Myanmar. Mereka menganggap etnis Rohingyaitu "pendatang haram" dari Bangladesh, walau fakta sejarahnya etnis Rohingya telah ada ditanah itu (Rakhine state) selama ratusan tahun berdampingan dengan burmanese lainnya
Dampak yang terjadi yaitu Krisis kemanusiaan. Dimana Krisis kemanusiaan  yaitu kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas muslim Rohingya di Myanmar telah menyita perhatian publik internasional. Eskalasi konflik yang meningkat antara Buddha Arakan dengan muslim Rohingya memberikan gambaran yang buruk mengenai keseriusan pemerintah Myanmar dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia. Krisis Rohingya ini dipicu oleh insiden pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Ma Thida Htwe (27 tahun), seorang gadis Buddhis Arakan, yang dilakukan oleh beberapa oknum muslim Rohingya pada Mei 2012. Insiden tersebut kemudian memicu gejala kebencian terhadap muslim Rohingya di seluruh daerah Arakan. Beberapa hari setelah insiden itu, masyarakat Buddhis Arakan membalas dengan memukuli dan membunuh 10 orang etnis Rohingya, dalam satu insiden pencegatan dan pembunuhan penumpang bus antar-kota, hingga tewas di Taunggup.
Insiden pembunuhan tersebut menjadi awal bagi meningkatnya gejala kekerasan yang dan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh muslim Rohingya. Kelompok Buddhis Arakan, didukung oleh pendeta Buddha lokal dan aparat keamanan Myanmar, melakukan berbagai tindakan kekerasan secara sistematis terhadap muslim Rohingya meliputi pemukulan, pemenggalan, pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran tempat tinggal, pengusiran dan isolasi bantuan ekonomi. Berbagai tindakan kekerasan ini digunakan sebagai cara untuk mengusir etnis Rohingya keluar dari Myanmar. Aksi anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat Arakan ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah Myanmar. Pemerintah Myanmar dinilai sengaja mengambil kebijakan yang diskriminatif terhadap muslim Rohingnya dan adanya dugaan upaya pembersihan etnis (ethnic cleansing) yang dilakukan oleh aparat keamanan Myanmar kepada etnis Rohingya.Dokumentasi pelanggaran hak asasi manusia melaporkan bahwa Nasaka bertanggungjawab dalam kasus pemerkosaan, pemerasan dan kerja paksa. Etnis Rohingya tidak dapat melakukan perjalanan antar kota atau mengurus pernikahan tanpa adanya perizinan dari Nasaka, yang semuanya baru akan diurus setelah membayar uang suap.( Adhe Nuansa Wibisono, S.IP hlm 1 thn 2012)
 Kelompok 7
SRI SUMARNI SJAHRIL
EKO RACHMAT SAPUTRO
ANDI MUH IBNU RUSYD